Rabu, 14 April 2010

kepak sayap burung di antara Perang Berdarah di Koja...


Seperti kehabisan kata ketika hendak menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi di Koja, jakarta Utara kemarin (Rabu, 14 April 2010) dan bagaimana peristiwa tersebut berlangsung. Bukan karena mata tidak mampu merekam gambar apa yang terjadi, bukan juga karena susunan kata tiba tiba menghilang dari ruang simpanannya di memori pikiran bukan pula yang karena sok sedih dan terlalu mendramatisir keadaan...tetapi apa yang terjadi sesungguhnya diluar keinginan waras dan nalar serta nurani kita sebagai manusia.

Kita menyaksikan "perang batu" dan alat lain lain saling serang dan berusaha menghancurkan atau membunuh bukan hanya pada sasaran atau lawan tetapi sesungguhnya menghancurkan dan membunuh nurani diri kita sendiri dan juga menularkan wabah bengis dan amarah kesekeliling kita. Anak anak sekolah seolah diberikan pembenaran atas kenakalan dan hobi tawuran antar mereka, hobi saling tuduh dan tuding tanpa solusi menjadi hidangan utama setiap muncul masalah, budaya kekerasan sebagai solusi dan penjarahan sebagai jalan melampiaskan rasa frustasi atas berbagai tekanan yang ada...kemudian mengundang berbagai komentar dan analisa bagi para pakar dan pihak yang memang tugasnya mendapatkan sesuatu dari komentar, saran, sinisme maupun hasil analisa entah psikologi massa, histeria massa, mismanagement, human error, hingga ke sosiologi masyarakat. Entah mengapa dalam beberapa hal kita seperti berjalan ditempat...masalah yang sama, pendekatan yang sama, komentar dan analisa yang sama, proses menyadari kesalahan yang sama diwaktu yang berbeda sedangkan diluar sana tantangan semakin besar dan potensi solusi sesungguhnya sangat terbuka sebagai suatu opsi, hanya masalah kita semua mau atau tidak berubah.

Berbagai atribut keagamaan tertentu yang dipakai dalam peristiwa ini juga sangat merugikan bukan hanya bagi masyarakat yang memeluk keyakinan tersebut tetapi juga bagi pihak lain yang mungkin mempunyai persepsi yang salah dan menimbulkan stigma yang negatif dan semacam pembenaran bahwa apa yang selama ini menjadi identitas oknum sebagai identitas institusi. Hal ini sangat membahayakan kita sebagai warga yang berada dalam keberagaman suku, agama, ras dan aliran kepercayaan dan disatukan oleh satu kepentingan bersama yaitu hidup rukun bersama memajukan masyarakat secara bersama sama. Mudah mudahan hal ini menjadi bahan renungan bagi kita semua.

Saat perselisihan semakin memanas ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari rumah sakit di Koja, kita mengetahui bahwa para korban baik itu dari pihak masyarakat maupun pihak satpol PP atau kepolisian dirawat dalam satu ruangan dengan standar perlakuan yang sama. Disana kita tidak melihat pihak RS membedakan para korban atau memisahkan para korban dalam merawatnya. Haruskah rasa sakit yang membuat kita menyatu dan mempunyai empati satu dengan yang lainnya sehingga puluhan bencana harus terjadi dahulu baru kita menjadi bangsa yang benar benar solid dan bersatu dan bukan persatuan semu yang mudah goyah dengan berbagai godaan dari dalam diri kita apalagi dari luar yang kita semua tahu didukung kekuatan ekonomi maupun penerapan kecerdasan yang lebih...

Haruskah perselisihan tentang keberadaan makam menjadikan kita membuat lebih banyak kuburan bagi teman dan saudara saudara kita? Jika kekeramatan sebuah makan yang diniatkan untuk dijaga menjadikannya potensi bencana maka kita perlu banyak merenung apa dibalik semua kejadian ini siapa yang terlibat apa motifnya dan bagaimana diri kita mengambil pelajaran dan nilai yang memberdayakan diri dan kehidupan kita. Hidup ini terlalu berharga untuk berbagai tindakan yang semestinya tidak perlu dilakukan dan tidak perlu terjadi serta semestinya bisa diganti dengan kegiatan yang lain

Kita seolah baru disadarkan betapa perbedaaan pendapat sesungguhnya bisa diselesaikan dengan cara yang lebih baik, kita juga mendapatkan pemahaman baru nan lama haruskan timbul korban sedemikian banyak dahulu kemudian kita baru menyadari kesalahan kesalahan kita.

Jika Anda membaca artikel sebelumnya " All about Miswanto" kita akan disadarkan betapa hal hal kecil dan sederhana yang ada disekeliling kita bisa menjadi pemicu (triggers) atas berbagai tindakan kita selanjutnya. Pikiran kita seperti sebuah model mekanisme pilihan otomatis yang membangkitkan dorongan suatu tindakan. Saat berbagai pilihan tindakan muncul atas ide ide dipikiran kita saatnya untuk mengambil jarak sesaat menjadi pengamat yang paling analisis dan menanyakan Apakah tindakan ini sudah tepat?

Saat peristiwa di Koja kemarin barangkali tidak banyak yang memperhatikan beberapa ekor burung yang mengepakkan sayap sayapnya untuk terbang meninggalkan lokasi TKP yang penuh dengan aura panas dan gelap. Kepak sayap burung yang membebaskan dirinya dan membahagiakan dirinya walau itu untuk sejenak...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar